Malam sedingin ini aku masih duduk di kursi kayu tua
depan rumah. ku tatap alang-alang menghampar luas yang tumbuh hijau diatas
genangan sawah tak berpadi. Ini adalah malam kedua aku termenung. Banyak kegelisahan
dan ketakutan yang membayangiku dalam seminggu ini.
“kamu gak tidur? Lagi mikirin apa?” Tanya wati temanku,
“belum… tidurlah dulu sudah malam, nanti anakmu
mencari”, jawabku lirih sedikit malas.
Tak tersadar olehnya apa yang kupikirkan sepekan
terakhir ini adalah dia. Ya.. dia “Wati”.
Wati adalah teman semasa aku masih duduk di bangku
sekolah kejuruan Negeri (SMKN), kita satu angkatan, namun tak sejurusan. Awal kedekatan
kami dari ekstra beladiri disekolah. Kami begitu dekat dan terbuka satu sama
lain. Singkatnya, wati memutuskan untuk menikah setamat sekolah, suami wati tak
lain adalah pelatih beladiri kami. Alhamdulillah kini Allah telah memberi mereke seorang putra.
Masih teringat olehku seminggu yang lalu ketika wati
merengek, menangis meminta untuk tinggal dirumah kecilku dengan buah hatinya. Akupun
bisa apa, hanya terucap k`ta “IYA” begitu saja. satu alasan yang tak begitu tepat
menurutku untuk wati meninggalkan rumah hanya karena adu mulut dengan suaminya.
Inilah awal dilema yang melandaku kini.
“AKU INGIN CERAI”,
kalimat yang selalu terucap dari mulut wati diiringi ratapan tangis setiap ia
cerita tentang suaminya yang menurutnya tak cinta lagi denganya.
“Ia sering main tangan” tambahnya.
Akankah nantinya hal semacam ini terjadi padaku?
Dulu, sejak usiaku diawal 20th aku selalu
berimajinasi tinggi. terbayangkan indah dan ramainya pesta pernikahan yang
kelak ku bangun bagai putri yang menduduki kursi singgasana megah bersama
pangeran yang AlLah kirimkan kelak. Namun, semua impian indah itu hilang,
bahkan ingin kumusnahkan. Akupun tak tahu kenapa, sempat takut kadang gelisah. Orang
bilang wanita seumuranku sudah waktunya membina rumah tangga, ini juga sejalan dengan
wujud impianku tuk jadi putri semalam yang selalu kubayangkan. Tapi, hal ini
sangat kontra ketika banyak realita yang mengancam biduk rumah tangga yang
dibangun berlandaskan cinta diawalnya.
ADU MULUT/ARGUMENTASI, CARA PIKIR YANG TAK
SEJALAN, mungkin selalu ada setiap
mereka yang berkeluarga, namun jika tak satupun mengalah KEKERASAN berjalan. Bukankan
jelas dalam Al-Quran tertulis jika cinta itu pupus, masih ada amanah yang harus
terpelihara selama setiap pasangan beragama:
“Pergaulilah
istri-istrimu dengan baik dan apabila kamu
tidak lagi menyukai (mencintai) mereka
(jangan putuskan
tali perkawinan), karena boleh jadi kamu
tidak
menyenangi sesuatu tetapi Allah menjadikan
padanya (di
balik itu) kebaikan yang banyak” (QS
Al-Nisa' [4]: l9).
Akankah semua akhwat muda sama denganku terlintas
takut dan gelisah tuk melangkah kesana??? Mungkin .. mungkin iya.
Astaghfirullah… semoga ini salah satu asumsiku yang
salah, aku sadar Perkawinan
menurut Hukum Islam adalah perikatan, yaitu akad yang sangat kuat atau
miitsaaqan gholidan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah
ibadah.
Semoga dilema ini
tidak berkepanjangan untukku dan untuk akhwat yang lain. Hal ini tak patut
kupikirkan lagi, aku pantas menjadi putrid semalam di singgasana Impian. akupun
beranjak dari duduk ku dan berdiri dengan senyum semangat tegasku berkata “Bismillah,
semoga tak terjadi padaka Ya Robbi”. ku ayunkan langkah persiapan mimpi indah malam
ini.
BY :
SRI HARTATIK
16/11/11